Zaman Hindia Belanda
Kedudukan,
tugas, fungsi, organisasi, hubungan dan tata cara kerja kepolisian pada
zaman Hindia Belanda tentu diabdikan untuk kepentingan pemerintah kolonial. Sampai jatuhnya Hindia Belanda, kepolisian tidak pernah sepenuhnya di bawah Departemen Dalam Negeri. Di Departemen Dalam Negeri memang berkantor "Hoofd van de Dienst der Algemene Politie"
yang hanya bertugas di bidang administrasi/pembinaan, seperti
kepegawaian, pendidikan SPN (Sekolah Polisi Negeri di Sukabumi), dan
perlengkapan kepolisian.
Wewenang
operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen.
Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (jaksa agung).
Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian,
seperti veld politie (polisi lapangan) , stands politie (polisi kota),
cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong
praja), dan lain-lain.
Sejalan
dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan
pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya
pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur
van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi
agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana,
dan wedana polisi. Demikian pula dalam praktik peradilan pidana
terdapat perbedaan kandgerecht dan raad van justitie.[rujukan?]
Zaman pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang 1942-1945, pemerintahan kepolisan Jepang membagi Indonesia dalam dua lingkungan kekuasaan, yaitu:
- Sumatera, Jawa, dan Madura dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang.
- Indonesia bagian timur dan Kalimantan dikuasai Angkatan Laut Jepang.
Dalam masa ini banyak anggota
kepolisian bangsa Indonesia menggantikan kedudukan dan kepangkatan bagi
bangsa Belanda sebelumnya. Pusat kepolisian di Jakarta dinamakan
keisatsu bu dan kepalanya disebut keisatsu elucho. Kepolisian untuk
Jawa dan Madura juga berkedudukan di Jakarta, untuk Sumatera
berkedudukan di Bukittinggi, Indonesia bagian timur berkedudukan di
Makassar, dan Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin.
Tiap-tiap
kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat
kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang
yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala
polisi.
Beda dengan zaman Hindia
Belanda yang menganut HIR, pada akhir masa pendudukan Jepang yang
berwenang menyidik hanya polisi dan polisi juga memimpin organisasi
yang disebut keibodan (semacam hansip).
Zaman revolusi fisik
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin,
Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945
memproklamasikan kedudukan polisi sebagai Polisi Republik Indonesia
menyusul dibentuknya Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945. Pada 29
September 1945 Presiden RI melantik Kepala Kepolisian RI (Kapolri) pertama Jenderal Polisi R.S. Soekanto. Adapun ikrar Polisi Istimewa tersebut berbunyi:
“Oentoek
bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17
Agoestoes 1945, dengan ini menyatakan Poelisi Istimewa sebagai Poelisi
Repoeblik Indonesia.”
Kepolisian pasca proklamasi
Setelah
proklamasi, tentunya tidak mungkin mengganti peraturan
perundang-undangan, karena masih diberlakukan peraturan
perundang-undangan Hindia Belanda, termasuk mengenai kepolisian,
seperti tercantum dalam peraturan peralihan UUD 1945.
Tanggal
1 Juli 1946 dengan Ketetapan Pemerintah No. 11/SD/1946 dibentuk
Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada
perdana menteri (pada saat itu Pusat/Mabes Kepolisian Negara
berkedudukan di Purwokerto Jawa Tengah). Semua fungsi kepolisian
disatukan dalam Jawatan Kepolisian Negara yang memimpin kepolisian di
seluruh tanah air. Dengan demikian lahirlah Kepolisian Nasional
Indonesia yang sampai hari ini diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
Hal
yang menarik, saat pembentukan Kepolisian Negara tahun 1946 adalah
jumlah anggota Polri sudah mencapai 31.620 personel, sedang jumlah
penduduk saat itu belum mencapai 60 juta jiwa. Dengan demikian “police
population ratio” waktu itu sudah 1:500. (Pada 2001, dengan jumlah
penduduk 210 juta jiwa, jumlah polisi hanya 170 ribu personel, atau
1:1.300)[rujukan?]
Sebagai
bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan maka Polri
di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut bertempur di
seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya “combatant” yang tidak
tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile
Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti
dikenal dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera
Utara, Sumatera Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan
lain-lain.
Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948
yang menetapkan bahwa Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil
presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said (tanggal 22 Desember 148).[rujukan?]
Zaman Republik indonesia Serikat (RIS)
Hasil Konferensi Meja Bundar
antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS),
maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS
dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI
berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan
Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS
dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri
dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi
pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
Umur
RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI pada
tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150,
organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam
Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari adanya
kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang
kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.
Zaman Demokrasi Parlementer
Dengan
dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya
UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara
tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana
menteri/presiden.
Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri.
Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo
3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar
Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar
Kepolisian sampai sekarang. Ketika itu menjadi gedung perkantoran
termegah setelah Istana Negara.
Sampai
periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan militer
yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota Polri
terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri, sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi.
Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara
demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di
Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai negeri berada
di bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan gaji
dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOL) di mana gaji
Polri relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya
(mengacu standar PBB).
Dalam
periode demokrasi parlementer ini perdana menteri dan kabinet berganti
rata-rata kurang satu tahun. Polri yang otonom di bawah perdana menteri
membenahi organisasi dan administrasi serta membangun laboratorium
forensik, membangun Polisi Perairan (memiliki kapal polisi berukuran
500 ton) dan juga membangun Polisi Udara serta mengirim ratusan perwira
Polri belajar ke luar negeri, terutama ke Amerika Serikat.[rujukan?]
Zaman Demokrasi Terpimpin
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.
Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959
Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda
Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri
Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara
diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen
Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).
Waktu
Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari
Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan
keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian.
Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah
menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier
Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember
1959.
Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI
terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No.
21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya
disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan
dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.
Tanggal
19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam
UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI
yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.
Dengan
Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL,
Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran
dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan.
Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf
Angkatan Kepolisian (Menkasak).
Kemudian
Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan
Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden
sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964
kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut:
- Alat Negara Penegak Hukum.
- Koordinator Polsus.
- Ikut serta dalam pertahanan.
- Pembinaan Kamtibmas.
- Kekaryaan.
- Sebagai alat revolusi.
Berdasarkan Keppres No. 155/1965
tanggal 6 Juli 1965, pendidikan AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang
dan Polri selama satu tahun di Magelang. Sementara di tahun 1964 dan
1965, pengaruh PKI bertambah besar karena politik NASAKOM Presiden
Soekarno, dan PKI mulai menyusupi memengaruhi sebagian anggota ABRI
dari keempat angkatan.
Zaman Orde Baru
Karena
pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak
adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan
integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24
Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang
Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari
organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang
masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab
atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab.
Jenderal Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.
Setelah
Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan
Menhankam/Pangab berpindah kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian
ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya sangat
menyulitkan perkembangan Polri yang secara universal memang bukan
angkatan perang.
Pada tahun 1969
dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti
kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI,
namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan
ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
Pada
HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL, dan AU diganti
menjadi Kepala Staf Angkatan. Pada kesempatan tersebut anggota AL danAU
memakai tanda TNI di kerah leher, sedangkan Polri memakai tanda Pol.
Maksudnya untuk menegaskan perbedaan antara Angkatan Perang dan Polisi.
Pasukan Polisi Republik Indonesia
Tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia
sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada
tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan
ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung
dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer
bersama-sama kesatuan bersenjata yang lain. Keadaan seperti ini
dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya kesatuan
bersenjata yang relatif lebih lengkap.
Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tanggal 21 Agustus 1945,
secara tegas pasukan polisi ini segera mengganti nama menjadi Pasukan
Polisi Republik Indonesia yang sewaktu itu dipimpin oleh Inspektur
Kelas I Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang
dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap
tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotisme seluruh rakyat maupun persatuan bersenjata lain yang patah semangat akibat kekalahan perang yang panjang.
Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang di dalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda
menyerbu Indonesia dengan alasan ingin menghalau tentara Jepang dari
negara tersebut. Pada kenyataannya pasukan Sekutu tersebut justru ingin
membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang
antara sekutu dengan pasukan Indonesia terjadi di mana-mana. Klimaksnya
terjadi pada tanggal 10 November 1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai Hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh rakyat Indonesia.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia,
bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu
karena semangat perwiranya mampu menggetarkan dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) masih melihat eksisnya bangsa dan negara Indonesia di mata dunia.
Kini tugas Polri yang utama ialah menjaga keamanan dan ketertiban di
dalam negeri, Polri juga semakin sibuk dengan berbagai operasi, seperti
Operasi Ketupat menjelang Idul Fitri, Operasi Lilin menjelang Natal,
dan lain-lain.
Organisasi
Organisasi
Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke
kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri Tingkat Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda).
Mabes
Unsur Pimpinan
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Wakil Kapolri (Wakapolri)
Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan
Unsur Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan terdiri dari:
- Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri. Saat ini dipimpin oleh Komjen Pol Fajar Prihantoro.
- Asisten Kapolri Bidang Operasi (As Ops), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur pembantu Polri lainnya. Asops saat ini dipegang oleh Irjen Pol Badrodin Haiti.
- Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Asrena), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Polri. Saat ini dijabat oleh Irjen Pol Pudjianto
- Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AS SDM), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk upaya perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri. Saat ini dijabat oleh Irjen Pol Prasetyo
- Asisten Kapolri Sarana dan Prasarana (Assarpras), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi sarana dan prasarana dalam lingkungan Polri. Assarpras dijabat oleh Irjen Pol Anton Bachrul Alam.
- Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal. Kadiv Propam saat ini ialah Irjen Pol Budi Gunawan.
- Divisi Hukum (Div Kum). Dengan pimpinan Irjen Pol Mudji Waluyo.
- Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas) dengan pimpinan Irjen Pol Saud Usman Nasution.
- Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter), adalah unsur pembantu pimpinan bidang hubungan internasional yang ada dibawah Kapolri. Bagian ini membawahi National Crime Bureau Interpol (NCB Interpol), untuk menangani kejahatan internasional. Dengan pimpinan Irjen Pol Boy Salamuddin.
- Divisi Teknologi Informasi Kepolisian (Div TI Pol), adalah unsur pembantu pimpinan di bidang informatika yang meliputi teknologi informasi dan komunikasi elektronika. Dipimpin oleh Irjen Pol Robert Aritonang.
- Staf Pribadi Pimpinan (Spripim)
- Sekretariat Umum (Kasetum)
- Pelayanan Markas (Kayanma)
- Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya
Unsur Pelaksana Tugas Pokok
Unsur Pelaksana Tugas Pokok terdiri dari:
- Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Kabaintelkam Komjen Pol Pratiknyo.
- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris Jenderal (Komjen). Kabareskrim Komjen Pol Sutarman.
- Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Kabaharkam saat ini dijabat oleh Komjen Pol Imam Sudjarwo.
- Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan keamanan yang berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Inspektur Jenderal (Irjen). Dipimpin Irjen Pol Sjafei Aksal.
- Korps Lalu Lintas (Korlantas), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi, dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor, serta mengadakan patroli jalan raya. Dikepalai oleh Irjen Pol Djoko Susilo.
- Biro Operasi Polri, bertugas untuk mengirimkan pasukan Brimob, Sabhara, Samapta, Satlantas, (Jihandak/Penjinak Bahan Peledak, bila diperlukan) serta sebuah tim intelijen jika ada demonstrasi, sidang pengadilan, pertemuan tingkat tinggi, perayaan hari besar oleh kelompok masyarakat, atau peresmian oleh kepala pemerintahan, kepala negara, ketua MPR, atau ketua DPR dengan mengirimkan surat tugas kepada Biro Operasi Polda setempat, Biro Operasi Polres setempat, dan Polsek setempat.
- Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus 88 AT), bertugas menyelenggarakan fungsi intelijen, pencegahan, investigasi, penindakan, dan bantuan operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terorisme.
-
- Detasemen Khusus Anti Anarkis Polri sedang dalam pembicaraan para perwira tinggi Polri.
Unsur Pendukung
Unsur Pendukung, terdiri dari:
- Lembaga Pendidikan Polri
(Lemdikpol), bertugas merencanakan, mengembangkan, dan menyelenggarakan
fungsi pendidikan pembentukan dan pengembangan berdasarkan jenis
pendidikan Polri meliputi pendidikan profesi, manajerial, akademis, dan
vokasi. Kalemdikpol saat ini adalah Komjen Pol Oegroseno. Lemdikpol
membawahi:
- Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pengembangan manajemen Polri. Terdiri dari Sespinma (dahulu Selapa), Sespimmen (dahulu Sespim) dan Sespimti (dahulu Sespati).
- Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Perwira Polri. Gubernur Akpol dipegang oleh Irjen Pol Muhammad Amin Saleh.
- Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pendidikan tinggi dan pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian
- Sekolah Pembentukan Perwira (SETUKPA)
- Pendidikan dan Pelatihan Khusus Kejahatan Transnasional (Diklatsusjatrans)
- Pusat Pendidikan (Pusdik)/Sekolah terdiri dari:
- Pusdik Intelijen (Pusdikintel)
- Pusdik Reserse Kriminal (Pusdikreskrim)
- Pusdik Lalulintas (Pusdiklantas)
- Pusdik Tugas Umum (Pusdikgasum)
- Pusdik Brigade Mobil (Pusdikbrimob)
- Pusdik Kepolisian Perairan (Pusdikpolair)
- Pusdik Administrasi (Pusdikmin)
- Sekolah Bahasa (Sebasa)
- Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan)
- Pusat Logistik dan Perbekalan Polri dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen), termasuk didalamnya adalah Rumah Sakit Pusat Polri (Rumkit Puspol) yang juga dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Pusat Keuangan (Puskeu Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang Polri) yang akan dipimpin oleh Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Pusat sejarah (Pusjarah Polri) yang akan dipimpin oleh Brigadir Jenderal (Brigjen).
Polda
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda)
merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah
Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat
kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).
- Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres).
Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A dan Tipe B. Tipe A dipimpin seorang
perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B
dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.
- Polres, membawahi Kepolisian
Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota - kota besar, Polres
dinamai Kepolisian Resor Kota Besar. Polres memiliki satuan tugas
kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang
Komisaris Besar Polisi (untuk Polrestabes) atau Ajun Komisaris Besar
Polisi (untuk Polres)
- Setiap Polres menjaga keamanan sebuah Kotamadya atau Kabupaten.
- Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol)
(untuk tipe urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta
dipimpin oleh perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi (tipe rural). Di
sejumlah daerah di Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur
Dua Polisi.
- Setiap Polsek menjaga keamanan sebuah Kecamatan.
Setiap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) memiliki sejumlah Direktorat dalam menangani tugas melayani dan melindungi, yaitu:
- Direktorat Reserse Kriminal
- Subdit Kriminal Umum
- Subdit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras)
- Subdit Remaja Anak dan Wanita
- Unit Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) / Identifikasi TKP (Tempat Kejadian Perkara)
- Direktorat Reserse Kriminal Khusus
- Subdit Tindak Pidana Korupsi
- Subdit Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah)
- Subdit Cyber Crime
- Direktorat Reserse Narkoba
- Subdit Narkotika
- Subdit Psikotropika
- Direktorat Intelijen dan Keamanan
- Direktorat Lalu Lintas
- Subdit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa)
- Subdit Registrasi dan Identifikasi (Regident)
- Subdit Penegakan Hukum (Gakkum)
- Subdit Keamanan dan Keselamatan (Kamsel)
- Subdit Patroli Pengawalan (Patwal)
- Subdit Patroli Jalan Raya (PJR)
- Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimmas, dulu Bina Mitra)
- Direktorat Sabhara
- Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit)
- Direktorat Polisi Air (Polair)
- Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti)
- Biro Operasi
- Biro SDM
- Biro Sarana Prasarana (Sarpras, dulu Logistik)
- Bidang Keuangan
- Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam)
- Bidang Hukum
- Bidang Hubungan Masyarakat
- Bidang Kedokteran Kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar